Kamis, 27 Maret 2008

Meneladani akhlak Rosulullah

Meneladani akhlak Rosulullah
Kamis (20/3) pekan depan yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1429 Hijriah, seluruh umat Islam kembali memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebuah momentum peringatan kelahiran manusia teragung yang pantas diteladani seluruh umat manusia.


Manusia pilihan Allah SWT yang ditakdirkan sebagai penutup para nabi ini, memiliki akhlak dan kepribadian yang mulia. Bahkan, menurut salah satu anggota Seksi Dakwah Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Salatiga, Drs Sakur MPd, para sahabat nabi yang melihat langsung bagaimana perilaku Rasulullah semasa hidupnya, seakan tak sanggup menceritakan bagaimana akhlak Rasulullah ketika ada orang Yahudi yang meminta mereka untuk menggambarkannya. Hanya linangan air mata yang menjadi jawabannya.
Dikisahkan, suatu hari setelah Rasulullah meninggal dunia, ada seorang Yahudi menemui Umar dan dia meminta, “Ceritakan padaku akhlak Muhammad!” Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh orang itu menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yang sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.
Ketika orang itu menemui Ali, sahabat nabi ini dengan linangan air mata berkata, “Ceritakan padaku keindahan dunia ini!” Orang ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini.” Ali menjawab, “Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad SAW, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung.”
Akhirnya orang tersebut menemui Siti Aisyah RA. Isteri Nabi Muhammad SAW yang sering disapa khumairah oleh nabi ini hanya menjawab, “Khuluquhu al-Quran (Akhlaknya Muhammad itu Alquran).” Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi Muhammad itu bagaikan Alquran berjalan.
Subhanallah, betapa indahnya kepribadian Rasulullah. Oleh karena itu, Allah SWT telah memerintahkan agar seorang muslim meneladani Rasulullah dalam setiap sisi kehidupan.
Kepribadian muslim
Namun dalam kenyataannya, tak sedikit umat Islam yang justru menjadi sorotan publik karena akhlak dan kepribadian mereka yang tidak mencerminkan kepribadian seorang muslim. Salah satunya yakni kasus suap yang sedang diperbincangkan banyak orang. Dengan tetap mengacu pada asas praduga tak bersalah, sebagian besar umat Islam agaknya prihatin dengan ulah mantan jaksa yang menangani kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Tri Urip Gunawan. Pasalnya, ia diduga terlibat kasus suap. Keprihatinan ini lahir karena jaksa tersebut juga beragama Islam.
Menanggapi kasus itu, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Tanwirul Fikr, Jebres, Solo, Ustad Abdul Hakim, berpendapat, jika perbuatan suap itu benar-benar dilakukan, kemungkinan ada dua faktor yang mempengaruhi sehingga hal itu terjadi. “Faktor yang paling utama yakni keimanan yang tidak kuat. Jika seorang muslim memiliki hubungan yang baik dengan Allah SWT, ia tidak akan melakukan perbuatan tercela. Hatinya selalu terpaut dengan Allah SWT sehingga ia pun dijaga oleh Allah SWT dari melakukan kesalahan,” jelasnya.
Faktor selanjutnya, kata Ustad Hakim, yakni lingkungan yang mendukungnya untuk melakukan kesalahan. Akibatnya, manusia lupa akan pengawasan Allah SWT. “Demikian halnya ketika amanah diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, hal ini juga menjadi peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Tak jauh beda, Ustad Sakur dari Salatiga juga mengungkapkan, selain faktor internal dari pelaku, faktor eksternal acapkali juga berperan untuk menjerumuskan seseorang.
“Mungkin secara pribadi pelaku kasus suap, korupsi dan tindakan tercela lainnya, sebenarnya adalah orang yang amanah. Tapi karena ia berada di lingkungan orang yang tidak amanah atau bahkan sistem yang menjadikan dia melakukan hal itu, lama kelamaan dia terpengaruh sehingga menjadi orang yang tidak amanah,” jelasnya.
Tak jarang, ujarnya, ada orang yang menggunakan amanah justru untuk kepentingan pribadi. “Hal ini juga bisa menjadi benih timbulnya penyelewengan amanah,” katanya.
Akhlak Mulia Cetak E-mail
Jumat, 07 Desember 2007

Muqoddimah

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menghendaki Islam menjadi ajaran yang kekal, penutup ajaran-ajaran sebelumnya. Ia diperuntukkan bagi seluruh manusia dengan bermacam perbedaan yang ada pada mereka, baik waktu, tempat, warna kulit dan kebangsaan. Allah menjadikan kekhususan dan keistimewaan yang banyak sekali di dalam Islam, sempurna lagi menakjubkan. Senantiasa dan benar-benar sesuai dengan kondisi di setiap zaman dan tempat. Semua ini berkat karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala yang membimbing hamba-hamba-Nya menuju kebahagiaan dunia dan akherat, kehidupan yang aman dan tentram lahir-batin, demi mencapai hakekat kemuliaan hidup yang sempurna.

Telah kita ketahui bersama bahwa Islam mengatur dan meliputi segala aspek kehidupan manusia. Tidaklah ada suatu kebaikan melainkan Islam telah menyeru dan menganjurkan kepada pemeluknya untuk berpegang dan berakhlak dengannya. Sebaliknya, tidaklah ada suatu keburukan melainkan Islam telah memperingatkan bahayanya dan memerintahkan untuk menjauhinya. Dengan demikian kehidupan manusia menjadi teratur di bawah naungan aturan Ilahi, mendapatkan hasil keberuntungan dan kejayaan dalam kehidupannya, sebaliknya apabila menjauhinya maka kerugian dan kebinasaanlah yang akan didapatkan.

Akhlak yang mulia merupakan asas yang dipegang dalam agama Islam dalam rangka membina umat dan memperbaiki masyarakat. Hal itu dikarenakan bersih dan kokohnya bangunan masyarakat, serta tinggi dan mulianya kedudukan anggotanya tergantung pada sejauh mana mereka berpegang kepada akhlak yang mulia, sebagaimana pula jatuh dan rusaknya suatu masyarakat manakala mereka meninggalkan akhlak yang mulia. Nabi shollallahu 'alaihi wasallam telah mengejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari beliau dan menunjukkan kepada umatnya bagaimana berakhlak dengan akhlak yang terpuji. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam merupakan suri-teladan bagi umatnya dalam segala aspek kehidupan. Bagaimana kemuliaan akhlak beliau sebagai seorang pemimpin, panglima perang, seorang bapak, suami, anak dan lainnya. Bukan suatu yang mustahil dan tidak mungkin seseorang mencontoh akhlak beliau.

Firman Allah,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri teladan yang baik bagimu." (QS. Al-Ahzab: 21)

Hal ini digambarkan oleh salah seorang sahabat sekaligus pembantu beliau selama sepuluh tahun yaitu Anas bin Malik. Dari Anas bin Malik rodhiallahu 'anhu, katanya, "Aku pernah melayani Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau sama sekali tidak pernah mengatakan kepadaku, 'His!' (Kalimat yang mengandung hardikan) tidak pula pernah mengatakan kepadaku (karena sesuatu yang aku lakukan), 'Kenapa kamu kerjakan seperti itu?! Bukankan seharusnya yang kamu kerjakan seperti ini!'" (HR. Bukhari, Kitab Wasiat no: 2561)

Diriwayatkan juga darinya bahwa dia berkata, "Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam adalah seorang yang paling baik, dermawan, dan pemberani. Pernah pada suatu malam penduduk Madinah dikejutkan oleh suara yang sangat keras. Orang-orang kemudian mendatangi arah suara tersebut. (tetapi di perjalanan) mereka berjumpa dengan Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam yang baru saja pulang dari sumber suara tersebut. Ternyata beliau telah mendahului mereka mendatangi sumber suara tersebut. Pada waktu itu beliau menunggang kuda milik Abu Thalhah tanpa pelana. Di leher kuda itu terlihat sebilah pedang. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam berkata, 'Kalian tidak perlu takut, Kalian tidak perlu takut.' Anas berkata, 'Kami melihat Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam secepat kilat, padahal kuda itu jalannya lambat.'" (HR. Bukhari, Kitabul-Hibbah: 2434)

Keutamaan Akhlak Mulia

1. Akhlak yang mulia merupakan bagian dari takwa. Tidak sempurna takwa seseorang kecuali dengannya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran: 133-134)

Di dalam ayat ini Allah 'Azza wa Jalla menerangkan bahwa berakhlak baik dalam pergaulan dengan sesama manusia termasuk dari sifat-sifat orang yang bertakwa.

2. Akhlak yang baik termasuk bagian dari keimanan, sebagaimana Sabda Nabi shollallahu 'alaihi wasallam,

أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا

"Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah, yang paling baik akhlaknya." (Hadist Shahih, lihat kitab Jami' Shahih: 1231, karya Albani)

Di sini dijelaskan bahwa seseorang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.

3. Akhlak yang baik, dapat mengantarkan seseorang pada kedudukan orang-orang yang taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana sabda Nabi shollallahu 'alaihi wasallam,

إن المؤمن ليدرك بحسن خلقه درجات الصائم القائم.

"Sesungguhnya dengan akhlaknya yang baik seorang yang beriman mampu mencapai kedudukan orang yang selalu berpuasa dan shalat malam." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Maajah, dan dishahihkan Albani no: 1928)

4. Akhlak yang mulia memberatkan timbangan bagi pemiliknya pada hari kiamat, sebagaimana yang dijelaskan Nabi shollallahu 'alaihi wasallam,

ما من شيء يوضع في الميزان أثقل من حسن الخلق.

"Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat diletakkan pada timbangan (hari Kiamat) daripada akhlak yang baik." (Lihat kitab Shahih Al-Jami': 5602, karya Albani)

5. Yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga adalah akhlak mulia, sebagaimana sabda Nabi shollallahu 'alaihi wasallam,

أن رسول الله سئل عن أكثر ما يدخل الناس الجنة ؟ فقال : تقوى الله و حسن الخلق.

"Bahwasanya Rosulullah ditanya, 'Apakah yang paling banyak memasukkan manusia kedalam surga?' Beliau menjawab, 'Takwa kepada Allah dan Akhlak yang baik.'" (Kitab Riyadus Shalihin hal: 273)

6. Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling baik akhlaknya. Ini sebagaimana Hadits Abdullah bin Amr rodhiallahu 'anhu, katanya, "Ketika Muawiyah berkunjung ke Kufah, maka Abdullah bin Amr bercerita tentang Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam katanya, 'Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melampaui batas dan tidak pernah berbuat perkara keji. Abdullah bin Amr rodhiallahu 'anhu juga berkata, Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda,

إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

"Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik budi pekertinya." (HR. Bukhari, Kitab Akhlak Terpuji no: 3295)

Ta'rif/Definisi Akhlak

Makna akhlak secara bahasa sebagaimana dijelaskan oleh Ahli ilmu adalah: gambaran yang tersembunyi dari seorang insan.

Manusia mempunyai dua gambaran:

1. Gambaran yang dhahir/lahiriah yaitu bentuk rupa dan jasad yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta'ala pada insan. Ini ada yang baik dan ada pula yang buruk, ada yang indah, ada yang jelek atau diantara keduanya sebagaimana yang telah diketahui.

2. Gambaran yang batin/tersembunyi, dan inilah yang dikatakan dengan akhlak. Ini pun ada yang baik dan ada juga yang buruk atau diantara keduanya. Maka akhlak adalah: gambaran yang tersembunyi pada seorang insan yamg merupakan tabiat pada dirinya. Akhlak mulia ada yang merupakan tabiat secara fitriyah, dengan makna bahwa seorang insan memang dari asalnya memiliki akhlak yang mulia, tidak dibuat-buat. Karena ada juga akhlak yang memang diusahakan untuk menjadi sifat seseorang. Oleh sebab itu Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Assyaj bin Qais,

إن فيك لخلقين يحبهما الله: الحلم و الأناة قال : يا رسول الله أهما خلقان تخلقت بهما أم جبلني الله عليهما قال : بل جبلك الله عليهما.

"Padamu ada dua akhlak yang Allah mencintai keduanya: lembut dan sabar." Dia berkata, "Wahai Rosulullah, apakah keduanya aku membuat-buatnya atau Allah yang mendatangkannya padaku?" Maka Nabi shollallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Allah-lah yang mendatangkannya padamu." (HR. Muslim, Kitab Iman)

Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa akhlak mulia ada yang merupakan pembawaan pada diri seseorang, atau bisa juga sesuatu yang diusahakan. Tetapi pembawaan lebih utama, karena akhlak ini tidak akan terlepas dari sifatnya dan tidak membutuhkan latihan dan usaha untuk mendapatkannya. Yang demikian itu adalah karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi hambanya, tetapi tidak menghalangi bagi seseorang untuk berakhlak yang mulia dengan cara melatih diri dan berusaha untuk mendapatkan hal tersebut.

Macam-macam Akhlak

Banyak orang mengira bahwa akhlak yang baik hanya dalam hubungan manusia dengan sesama makhluk, tidak ada hubungannya dengan Al-Khaaliq (Sang pencipta), Allah Subhanahu wa Ta'ala. pemahaman ini pemahaman yang terbatas, karena akhlak yang baik berkaitan dengan makhluk juga berkaitan dengan Al-Khaaliq Subhanahu wa Ta'ala.

Di antara akhlaq kepada Allah:

1. Membenarkan kabar-berita yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ini artinya tidak boleh ada keraguan pada diri seseorang dalam membenarkan kabar yang datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena berita dari Allah Subhanahu wa Ta'ala didasarkan atas ilmu dan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah yang paling benar ucapannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

"Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah." (QS. An-Nisa': 87)

2. Melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Maknanya adalah tidak menolak sesuatupun dari hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala. Barang siapa yang menolak hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala maka itu merupakan akhlak yang buruk kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik mengingkari, merendahkan hukum-hukumnya atau menyepelekan pengamalannya. Sikap-sikap tersebut bertentangan dengan akhlak yang mulia dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

3. Menerima takdir-Nya 'Azza wa Jalla dengan sabar dan ridha.

Yaitu menerima takdir Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menimpa kita dengan ridha dan sabar serta menyadari bahwa dibalik ketetapan itu terkandung hikmah dan merupakan kehendak-Nya, maka wajib bagi kita untuk menerima dan bersyukur atasnya. Sebagaimana firman Allah,

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

"Katakanlah, 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.'" (QS. At-Taubah: 51)

Berakhlak yang Mulia Dengan Sesama

Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Hasan Al-Bashry:

1. Mencegah diri untuk tidak mengganggu saudaranya, baik itu berkaitan dengan harta, jiwa ataupun kehormatan.

Barang siapa yang mengganggu saudaranya dengan gangguan apapun tidak dikatakan sebagai orang yang ber-akhlak mulia.

Diriwayatkan daripada Abdullah bin Amru bin al-Ash rodhiallahu 'anhu katanya: Seseorang bertanya kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam, tentang sifat orang Islam yang paling baik. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

"Seseorang yang orang-orang Islam yang lain selamat dari kejahatan lidah dan tangannya." (HR. Muslim, Kitabul Iman: 57)

2. Bersikap baik dan pemurah.

Ini tidak hanya berkaitan dengan harta saja tetapi bisa juga dengan kedudukan, jiwa ataupun segala sesuatu yang bermanfaat bagi saudaranya. Karenanya janganlah bakhil (kikir) untuk menolong saudaranya. Diriwayatkan daripada Abu Hurairah bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wasallam telah bersabda,

كُلُّ سُلَامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ قَالَ تَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ قَالَ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَتُمِيطُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ

"Pada setiap hari setiap sendi manusia harus ditunaikan sedekahnya ketika matahari terbit. Seterusnya baginda bersabda, 'Berlaku adil di antara dua orang manusia adalah sedekah, membantu seseorang naik ke atas binatang tunggangannya atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas belakang binatang tunggangannya juga adalah sedekah.' Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda lagi, 'Perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah menuju shalat adalah sedekah dan membuang sesuatu yang berbahaya di jalan adalah sedekah.'" (HR. Bukhari, Kitab Perdamaian: 2508)

Jika ada yang berbuat buruk kepadamu atau menzhalimimu maka maafkanlah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran: 133 � 134)

Semua yang disebutkan adalah termasuk dari akhlak yang mulia.

3. Berwajah cerah, sebagaimana sabda Nabi shollallahu 'alaihi wasallam,

لا تحقرن من المعروف شيأ ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق.

"Janganlah meremehkan perbuatan yang baik sekecil apapun, walau hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri." (HR. Muslim, Kitabul Birr)

Wajah berseri-seri (cerah) mendatangkan kebahagian terhadap orang yang bertemu dengan kita, menimbulkan rasa kasih-sayang sesama saudara, dan melapangkan dada. Berbeda dengan orang yang selalu cemberut wajahnya, orang-orang akan meninggalkannya karena tidak merasa nyaman duduk bersamanaya.

Tiga perkara di atas berkaitan dengan akhlak mulia di antara sesama hamba.

Kiat memiliki akhlak yang mulia

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa akhlak yang baik bisa merupakan pembawaan, juga bisa sesuatu yang diusahakan, yaitu seseorang melatih dirinya untuk berakhlak yang mulia.

Bagaimana kiat untuk mendapatkannya, berikut penjelasannya:

1. Mengkaji Al-Qur'an dan As-Sunnah, melihat dalil-dalil yang menunjukkan akhlak mulia. Maka seorang yang beriman jika melihat dalil-dalil yang memuji akhlak yang mulia akan tergerak untuk mengerjakannya.

2. Mengikuti Nabi, karena beliaulah yang paling utama dalam merealisasikan akhlak yang mulia ini, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qalam: 4)

Dan beliau adalah contoh yang utama dalam perkara ini, sebagaimana firman Allah,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri teladan yang baik bagimu." (QS. Al-Ahzab: 21)

Maka wajib bagi seorang muslim untuk mempelajari biografi beliau shollallahu 'alaihi wasallam dalam segala aspek kehidupannya, bagaimana berakhlak dengan Rabb-Nya Subhanahu wa Ta'ala, dengan sahabatnya, dengan keluarganya dan dengan sesama manusia, yang lain.

3. Bergaul dengan orang-orang Shalih yang bisa dipercaya agama dan ilmunya.

Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan daripada Abu Musa rodhiallahu 'anhu katanya Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

"Sesungguhnya perumpamaan berkawan dengan orang yang sholeh dan berkawan dengan orang yang jahat adalah seperti perumpamaan (berteman dengan) penjual minyak wangi dan tukang besi. (berkawan dengan) penjual minyak wangi, mungkin ia akan memberi minyaknya kepadamu atau mungkin kamu akan membeli darinya atau akan mendapat bau harumnya. (Berbeda manakala berteman dengan) tukang besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu atau kamu akan mendapat bau yang tidak enak." (HR. Bukhari, Kitab Jual Beli: 1959)

Maka wajib bagi kita untuk berteman dengan orang yang berakhlak mulia, jauh dari akhlak yang buruk, sehingga mampu menolong kita untuk memperbaiki akhlak kita.

4. Merenungkan akibat yang ditimbulkan dari akhlak yang buruk.

Akhlak yang buruk, tercela, akan menjadikan orang lain menjauhinya dan disebut dengan sebutan yang buruk. Maka jika seseorang menyadari akibat buruk ini semua, tentu dia akan menjauhinya.

Inilah beberapa perkara yang berkaitan dengan akhlak yang mulia. Jika kita lihat keadaan kaum muslimin sekarang ini, sudah semakin jauh dari ajaran-ajaran Islam, terutama dalam praktek kehidupan mereka sehari-hari, dalam ibadah demikian pula akhlak. Karenanya, sudah waktunya bagi kita untuk kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang lurus ini, kita lihat bagaimana generasi terdahulu mendapatkan kejayaan dan kesuksesan, tidak lain karena kuatnya mereka dalam memegang agamanya, menerapkan Al-Qur'an dan Sunnah.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaf Ummah (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in), lahir maupun batin. Semoga Allah Mewafatkan kita di atas Islam dan Sunnah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menjaga kita di dunia dan akherat. Tidak menyimpangkan hati-hati kita setelah melimpahkan hidayat-Nya kepada kita. Membersihkan hati-hati kita dari segala maksiat dan penyakit hati yang merusak kemurniannya, sesunggungnya Allah Maha berkuasa atas segala-galanya.

Referensi:

  1. Qawaid wa Fawaid min Al-Arbain An-Nawawiyah, karya Nazhim Mohammad Sulthan; cet. Ke-2. 1410; Dar-Al Hijrah, Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia.
  2. Makarimul Akhlaq, karya Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah; cet. Ke-1. 1313; Dar- Al Khair, Beirut, Lebanon.
  3. Kitabul Ilmi, Muhammad ibn Shaalih ibn Al-Utsaimin; Dar-At Tsurayya.

Muhammad dan perlakuan Yahudi usil
Hampir setiap kali Rosul ke pasar, sapaan kasar, hinaan, dan lemparan kotoran mendarat di telinga dan wajah serta badannya. Namun karena mental seorang utusan Tuhan, maka sikap sabar dan senyum selalu menghiasai wajahnya.

Anehnya, justru sikap anaknya Fatimah az Zahra, para sahabat seperti Abu Bakar dan Umar sangat prihatin dan emosional atas perlakuan Yahudi terhadap Rosulullah. Bahkan malaikat Izrail yang ditakdirkan tanpa emosipun ikut panas melihat perlakuan pemuda bergelar Al Amin tersebut.

"Engkau kan Rosulullah, mengapa tidak marah dan membalas lemparan kotoran dan makian Yahudi itu?" demikian celoteh Fatimah as. Apa jawab Rosul: "Innahum ma laa ya'lamuun" (Sesungguhnya mereka tak tahu apa yang mereka kerjakan).

Sikap serupa disampaikan Abu Bakar Shiddiq, "Wahai Rosul, kalau Engkau berkenan, aku akan membalas sikap kasar mereka kepada Engkau." Jawab Rosul pun sama: "Innahum ma laa ya'lamuun".

Tak ketinggalan Umar bin Khattab yang mantan preman pasar Ukaz lebih tegas menyatakan: "Wahai Rosulullah, jika Engkau mengizinkan akan aku tebas batang leher yahudi brengsek yang sering melempari kotoran terhadap-Mu!" Rosul pun konsisten dengan jawabannya: "Innahum ma laa ya'lamuun".

Pernah suatu ketika Rosulullah SAW membersihkan kotoran bekas lemparan si Yahudi usil di bawah pohon dekat sebuah bukit, datang malaikat Izrail dengan wajah sedih bercampur geram. "Wahai Rosul, aku tak tega melihat perlakuan mereka terhadap Engkau. Jikalau Engkau berkenan akan aku balikkan bukit ini dan aku tumpahkan di atas kediaman mereka. Atau aku akan cabut nyawa mereka dengan cara yang paling menyakitkan," demikian pinta Izrail.

Tapi, itulah dia Muhammad SAW. Dengan kecerdasan emosional yang optimum tetap mengatakan "Innahum ma lla ya'lamuun".

Suatu hari Rosul kembali melewati gang yang sama menuju pasar Ukaz. Tapi hari itu Rosul tidak mendapati lemparan kotoran dan makian si yahudi yang sengit itu. Lalu Rosul bertanya kepada para tetangga Yahudi itu," Kemana saudaraku yang rajin menegurkan (baca: melempar kotoran) kala aku lewat di gang ini?"

Tetangga itu berkata: "Dia sedang sakit di ruang atas, badannya panas dan menggigil, dia seperti hendak berpulang karena sakitnya parah!" Lantas Rosul pun beranjak ke atas menemui Yahudi usil tersebut, ketika dihampiri Rosul si Yahudiketakutan bukan main dan dengan tubuh gemetar dan keringat menjagung dia memohon: "Jangan, jangan kau sakiti aku, aku minta maaf atas keburukan perilakuku. Tapi bila Engkau hendak membalas dendam, aku akan pasrah menerimanya."

Rosul pun tersenyum dan mendekati si Yahudi sambil mengambil segelas air zam-zam, lalu air itu dibacakan doa untuk si Yahudi. "Minumlah ini air, Insya Allah kamu akan sembuh," ujar Rosulullah.

Kontan saja, setelah air diminum tubuh si Yahudi tampak lebih bugar dan sehat. "Kalau boleh aku minta maaf sekali lagi, tapi siapakah Anda hai Bapak?" Rosul pun menjawab: "Sayalah Muhammad, Rosul Allah yang ditugaskan untuk memperbaiki akhlaq!" Sejak saat itu si Yahudi bertobat dan memeluk agama yang diajarkan Rosulullah. "Subhanallah, begituagung akhlaq-Mu Ya Rosul," ujar Abu Bakar.



Tidak ada komentar: